Thursday, November 6, 2014

Imam yang Selalu Aku Banggakan & Aku Cintai

Sesaat sebelum aku beranjak dari tempat dudukku yang biasa aku gunakan menunggu suamiku pulang kerja di kantor, aku ingin sedikit bercerita. Ya sama siapa saja yang nantinya akan membaca tulisanku ini. Barusan, aku membaca cerita pendek di salah satu socmed ku yang cukup menginspirasiku. Ceritanya tentang suami yang begitu romantisnya, yang ingin mengajak istrinya tidak hanya menjadi pendamping di dunia tapi juga di akherat kelak.

Beberapa bulan setelah pernikahan kami.
Tak sedikit bisikan setan yang mencoba mengusikku untuk pulang dan meninggalkan suami ku tercinta. Kehidupan yang aneh mulai menyelimuti aku setelah menikah. Ya "Perubahan". Kadang aku berfikir setelah menikah aku malah belum siap. Masih suka kangen ibu yang di rumah,yang tiap pagi memasakkan aku, Adikku yang selalu menjadi teman satu satunya yang suka menghiburku, aku juga kangen bapak. Alangkah sendirinya hidupku ini,Pikirku ketika suamiku ke kantor.
Suka menangis, disetiap malam kalalu ingatt hal yang seperti itu. Pada suatu ketika suamiku mungkin melihatku menangis. Dan aku sengaja tidak menceritakan hal itu kepadanya, Tak mungkin aku cerita ingin pulang setelah dia memperjuangkan aku menjadi istrinya. Tapi tak bisa aku tahan ketika dia memang bertanya kepada dia. Dan dia mendengar semua keluhanku, jauh dari orang tua, hhidup seperti di injak injak oleh orang orang disekitar ku, Ingin pulang dan ingin pulang rasanya. Selain rindu ibu, bapak, adik, dan kehidupan pada bisanya aku juga kasihan melihat suamiku bekerja. Yang mungkin tidak bisa aku ceritakan bagaimana suasana kantor yang aku maksud.

Mendengar semua curahan dan celotehku, suamiku menggenggam erat jemariku dan aku tau aku menyakitinya dengan segala keluahanku. Lalu dia menyandingkan cincin di jemari kita berdua sembari dia berkata, "Kita... memperjuangkan pernikahan kita ini tidaklah gampang. aku menyematkan cincin di jari kamu.... butuh perjuangan antara tawa, tangis, sakit, sedih, kecewa dan segala macam...

Belum juga dia habis meneduhkan aku rasanya air mata ini tidak bisa diajak kompromi. Mengalir tiada henti hentinya. Aku memeluk suamiku erat-erat. Tenang sekali rasanya, dan mulai saat itu aku berusaha untuk selalu kuat menemani suamiku bagaimanapun keadaanku.

Suamiku, Imam dalam rumah tanggaku... pacar halalku sekaligus teman satu satunya...
Aku berjanji akan menemani kamu dalam suka dan duka. aku akan jadi pelipur lara kamu, sandaran saat kelelahanmu setelah bekerja, Aku yang akan mengurusmu dalam sakit dan sehatku dalam sakit dan sehatmu. Kamu yang sudah menularkan banyak kebaikan dunia dan akherat setelah aku resmi menjadi bagian dari kehidupanmu.

Suamiku, aku bukanlah wanita yang bisa sempurna dan bukan yang tercantik dalam dunia ini. Tapi aku berusaha untuk selalu memperbaiki diri untuk kamu. Menjaga kehormatan ketika jauh darimu, menjaga harta dan keutuhan rumahtangga kita.

Suamiku, akulah yang jadi mata pertama melihat ketika kamu dalam kesuksesan nanti. aku juga yang pertama mendukung kamu dalam keletihanmu.

Kini, salah satu cita cita besar dalam hidupku sudah tercapai yaitu menjadi istrimu, Istri dan laki laki sholeh seperti kamu.
Mungkin setiap harinya aku suka marah, suka ngomel, suka cerewet yang mungkin terdengar bising di telinga kamu, tolong maafkan dan ampuni aku..
Aku selalu berdoa, tidak hanya di dunia yang sementara ini  kita bersama namun, selamanya setelah kematian aku masih ingin bersama kamu.

Ingin selalu menyium tangan yang selalu bekerja keras untuk menafkahi aku, ingin selalu memeluk tubuh kamu yang kadang aku tau kamu gontai saat dalam kelelahanmu. Ingin sekali,,,

Kamu yang sebelum kita menikah tidak memiliki hutang budi apapun kepadaku, namun kamu tidak pernah menghitung semua harta benda yang kamu kasihkan kepadaku, Kamu selalu memeprcayaiku untuk mengelola semua itu.

Tak henti hentinya setiap saat mengucap syukur. Dipilihkannya kamu yang terbaik untuk membimbing aku,suamiku.